Kampus dan Politik Kebangsaan: Bolehkah Kampanye dalam Kampus?

01 Agustus 2022 - 09:14

Sabtu, 23 Juli 2022, ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari melontarkan wacana yang memperbolehkan kampanye dalam kampus. Wacana tersebut sukses menyulut banyak pertanyaan, terutama dari kalangan akademisi yang memiliki gagasan bahwa politik kampus adalah politik kebangsaan dengan berbasis kecendekiawanan.

 

Merespon itu, Dewan Pengurus Pusat Ikatan Keluarga Alumni Universitas Islam Indonesia (DPP IKA UII) menyelenggarakan Muhibah Webinar series I pada Sabtu, 30 Juli 2022, yang membahas mengenai "bisakah politik kampus disamakan dengan politik praktis?"

 

Pada series I, DPP IKA UII menghadirkan tiga narasumber yaitu Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D., selaku rektor UII periode 2018-2022 dan periode 2022-2016, Dr. Siti Marwiyah, S.H., M.H., selaku rektor Universitas Dr. Soetomo (UNITOMO) Surabaya periode 2021-2025, dan Dr. Drs. Chandra Setiawan, M.M., Ph.D., selaku akademisi President University.

 

Materi pertama disampaikan oleh Prof. Fathul Wahid. Ia cenderung kurang setuju adanya kampanye dalam kampus, menurutnya "untuk kondisi dan saat ini, saya cenderung menolak karena kampanye bukanlah satu-satunya jalan untuk memberikan pendidikan politik dalam kampus sebab dampaknya akan sangat besar, dan dibutuhkan kehati-hatian dalam mengadakannya. Pendidikan politik dalam kampus sudah dilakukan UII melalui dialog kebangsaan, mata kuliah dan KPU. "Menolak Mafsadat Didahulukan daripada Mengambil Manfaat". 

 

Materi kedua disampaikan oleh Dr. Siti Marwiyah, ia menyetujui adanya kampanye dalam kampus, namun karena kampus memiliki nuansa akademik, juru kampanye (jurkam) yang akan masuk dalam kampus harus kompeten dengan dunia kampus, serta dibekali dengan data-data akurat, dan bagaimana jurkam tersebut menyajikan data yang bisa dianalisis. Keuntungan adanya kampanye dalam kampus, dapat meningkatkan partisipasi, kesadaran politik mahasiswa yang cerdas, mandiri dan tidak golput, tidak skeptis dan apatis. 

 

Materi terakhir disampaikan oleh Dr. Drs. Chandra yang mengungkapkan bahwa beliau setuju dengan adanya kampanye dalam kampus dengan betul-betul menyiapkan dosen dan mahasiswa dengan bekal edukasi internal terkait politik kebangsaan. Selain itu, sebelum jurkam datang ke kampus, terlebih dahulu harus menyiapkan pertanyaan yang akan dijawab langsung oleh sumber pertama. Hal itu dilakukan untuk menjadikan kampanye dalam kampus sebagai perantara menuju kemandirian bangsa, supaya mahasiswa mampu berpikir kritis dengan mengajukan pertanyaan dan melihat solusi yang disampaikan oleh calon, pertanyaan-pertanyaan itulah yang harus dipersiapkan dan didiskusikan bersama. 

 

Setelah sesi materi, diadakan sesi diskusi interaktif antara partisipan dan narasumber. Beberapa diantaranya yaitu Sanusi Kaplale yang berpendapat bahwa jika diadakan kampanye dalam kampus, perlu adanya internalisasi dan sosialisasi nilai demokrasi kepada mahasiswa, dan pengkampanye harus memiliki konsep, karena jika mendukung kampanye masuk kampus, artinya etika kampus dijunjung tinggi sebagai pusat peradaban dan keilmuan. Berbeda dengan Marwan Jafar dan Bayu Widdhisiadji yang berpendapat bahwa tidak boleh kampanye terbuka, kampus harus steril. Sedangkan Nur Wahyudhi menyetujui kampanye dalam kampus, namun hanya berbentuk dialog atau pelajaran bagi mahasiswa, disambung dengan Zaenal Wafa yang beranggapan bahwa kampus harus dibolehkan kampanye, dengan catatan perlu disiapkan segala keperluannya.

 

Diharapkan kegiatan kegiatan Muhibah webinar ini dapat membantu memberikan solusi tengah yang praktikal untuk diterapkan di kampus dalam rangka menanggapi wacana ketua KPU yang menyarankan adanya kampanye dalam kampus. Kegiatan ini akan dilanjutkan pada series ke II yang akan dinarasumberi oleh pakar yang kompeten di bidangnya. (LA)